Kamis, 26 Maret 2009

Lebih Baik Menanam


Setelah menebang pohon rambutan kebanggaannya, Pak Hamid menjadi seperti orang linglung. Pohon rambutan itu, baru saja berbuah lebat sekali. Buah pertama. la sudah berceritera kepada para tetangganya, pohon itu adalah pohon rambutan yang paling cepat menghasilkan buah dari semua pohon rambutan yang pernah ditanamnya. Buahnya manis dan betui-betul ace.

Orang-orang termasuk anak-anak mulai tertarik memperhatikan pohon itu. Namun kebanggaan Pak Hamid tidak berlangsung lama.
Ketertarikan anak-anak berubah menjadi keinginan untuk ikut mendcipi buahnya. Asal Pak Hamid lalai sedikit menjaganya, anak-anak segera berebutan memanjat atau melemparinya dengan batu. Dasar anak-anak. Mereka tidak peduli apakah batu itu akhirnya nyasar ke genteng atau malah mengenai teman mereka sendiri. Pak Hamid bertambah jengkel. Kalau mau minta, sebetulnya ia rela memberikan satu dua buah untuk dicicipi, namun belum pernah ada yang terang-terangan minta. Mereka mencuri. Kejengkelan Pak Hamid memuncak ketika hanya dalam satu malam saja, pada waktu itu ia dan anak istrinya pergi ke rumah famili, seluruh buah rambutannya habis dicuri orang. Padahal dia sudah menetapkan tanggal panennya, termasuk rencana untuk membagi-bagikan buah itu kepada para tetangga.

Pohon rambutan kebanggaan telah menimbulkan godaan untuk mencuri. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain menurut Pak Hamid kecuali menebangnya. Dari pada ia sendiri kecewa dan orang-orang di kampung itu berubah menjadi pencuri, lebih baik baginya kehilangan pohon rambutan.
Masih seperti orang linglung, Pak Hamid tiba-tiba meninggalkan kapaknya dan membiarkan pohon itu rebah begitu saja. Ia mulai memunguti biji-biji rambutan yang dibiarkan para pencuri berceceran di tanah. Para tetangga diam-diam memperhatikannya. Kemudian, ia menyiapkan sebidang tanah dan menanam secara teratur biji-biji itu.
Sebulan berselang, biji yang ditanam sudah berubah menjadi pohon-pohon kecil. Ia mulai menanamnya pada kebun belakangnya yang luas. Puluhan pohon. Para tetangganya pun mulai tertarik. Pak Hamid memberikan tiga pohon kecil kepada siapapun yang berminat untuk ditanam di kebun mereka sendiri. Ia sendiri menanam pohon rambutan pada setiap tanah desa yang kosong: pinggiran-pinggiran jalan, dan halaman balai desa. Bukan hanya menanam, dengan tekun ia memperhatikan dan menyirami pohon-pohon itu.
Orang-orang sudah melupakan Pak Hamid ketika beberapa tahun kemudian kampung itu dipenuhi pohon rambutan yang
serempak menghasilkan buah. Ada yang buahnya manis dan ace, ada juga yang kecut dan tidak ace. Pak Hamid merasa puas. Tidak ada lagi orang-orang yang berusaha mencuri rambutan. Semua orang sudah mempunyai pohon rambutan sendiri, dan anak-anak dapat memetik rambutan di tepi-tepi jalan. Ternyata lebih baik menanam dari pada menebang.

0 komentar:

Posting Komentar